Kesedihan dan Keberkahan

Apa yang diberikan Allah kepadaku, aku sebagai manusia biasa menyebutnya adalah sebuah ujian yang penuh dengan air mata, yang perlahan mematikan perasaan, dan mengaburkan harapan pada dunia yang kini terlihat semakin semu, tetapi tidak padaNya, Ia menyebutnya sebagai tanda cinta, kasih sayang, dan keberkahan. Begitulah kenyataannya, apa yang aku lihat tak sama dengan apa yang Ia lihat—tentu saja, sebab keterbatasan ada padaku tidak padaNya. 

Kau akan mengerti lukaku, begitupun dengan aku bila kita telah sama-sama merasakan. Kupikir cukup dengan kehilangan dia, merobohkan langit biru di hidupku dan serangkaian mimpi yang dibangun dari waktu ke waktu, tetapi kemudian, aku kehilangan separuh jiwaku, Mama. Selama ini aku berpikir aku mampu berdiri sendiri, melewati proses demi proses, menghadapi kesepian dan kesendirian, tetapi ternyata tidak. Itu semua bukanlah kesepian, bukanlah kesendirian sebelum pada akhirnya aku menemukan “kehilangan”. 

I lost every thing, but I don’t have anything. 

Apa benar aku mengalami kehilangan jika sebenarnya aku tak pernah memiliki apapun di dunia ini? Hilangnya perasaan dia diluar dari batas kemampuanku sebagai manusia, berpulangnya mama menjadi bukti bahwa semua benar-benar akan kembali padaNya. Perasaannya yang dulu begitu hangat kepadaku kini seperti bejana raksasa yang berisi setetes air mata, ter-la-lu hampa dan dingin, dan mama bukan milik aku melainkan milik Sang Pencipta. Maka, kata apa yang bisa aku gunakan untuk menggambarkan perasaanku kali ini? Mewakili kesedihan yang berkepanjangan ini? Kebuntuan pikiran menemukan bahasa untuk menjelaskan betapa kesedihan ini amat sangat menyiksa. Betapa sakitnya hati dipukul setiap saat oleh entah siapa dan tak ada yang bisa kulakukan selain menyerahkan semua perasaan dan diriku pada kenyataan. Ya, silakan pukul hati ini sebanyak yang diinginkan hingga tak ada lagi alasan membuatku menangis. 

Mungkin bagi seorang pejalan, apa yang terjadi padaku adalah sebuah keberuntungan—bahwa Allah benar-benar mencintaiku, ia memerhatikan aku, ia menginginkan aku jauh lebih kuat dari hari ini, lebih tangguh dari kesedihan yang datang berton-ton, menemukan jalan keluar dari keterpurukan dan biarkan Dia yang bekerja. Semoga aku tetap tegar di dalam perjalanan. 

Catatan di hari Imlek
Oleh D
1 Februari 2022

Tinggalkan komentar